KIPRAH.CO.ID– Federasi Serikat Pekerja Jasa dan Keuangan (FSPJK) menuding Allianz Life Indonesia melakukan praktik union busting melalui kebijakan perusahaan yang disebut “Gearshift”.
Kebijakan tersebut dinilai tidak hanya melanggar aturan ketenagakerjaan, tetapi juga melemahkan posisi serikat pekerja di lingkungan perusahaan.
Dalam keterangannya, FSPJK menyebut bahwa program “Gearshift” memindahkan pekerjaan teknologi informasi dari Indonesia ke Malaysia dan menyerahkannya kepada perusahaan mitra, Accenture. Dampaknya, 135 karyawan Allianz Life Indonesia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, hanya 11 karyawan yang dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja, sisanya tidak tercatat secara resmi.
“Lebih ironis lagi, salah satu korban PHK adalah Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Allianz Life Indonesia yang menolak kebijakan tersebut. Ini jelas bentuk union busting,” kata FSPJK dalam pernyataannya.
Serikat pekerja menilai kebijakan ini bertentangan dengan Pasal 37 PP No. 35/2021 yang mengatur upaya menghindari PHK, serta UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, tindakan tersebut dianggap melanggar UU No. 21/2000 yang melarang praktik anti-serikat.
FSPJK juga mengingatkan bahwa Allianz Life Indonesia pernah melakukan upaya serupa pada November 2024 terhadap Ketua Serikat Pekerja Allianz, namun gagal. Kini, kasus serupa kembali terulang dengan menyasar Sekretaris Jenderal serikat.
“Penangguhan gaji, penutupan akses kerja, dan PHK sepihak saat proses mediasi masih berjalan merupakan pelemahan terhadap serikat pekerja,” tegas FSPJK.
Tuntutan FSPJK
Dalam siaran persnya, FSPJK menyampaikan tujuh tuntutan, antara lain:
Menolak PHK ilegal terhadap Sekretaris Jenderal SP Allianz Life Indonesia dan menuntut pemulihan hak kerja serta pembayaran upah. Menghentikan segala bentuk union busting di Allianz Life Indonesia.
Mendesak Kementerian Ketenagakerjaan dan Disnakertrans menindak tegas perusahaan.
Meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan mengawasi tata kelola ketenagakerjaan di Allianz. Mendorong DPR RI melakukan intervensi untuk melindungi pekerja dari praktik eksploitasi.
Mengajak nasabah dan stakeholder memberikan dukungan moral bagi pekerja yang menjadi korban. Menggalang solidaritas dari serikat buruh, petani, mahasiswa, dan masyarakat sipil untuk menolak PHK sepihak.
FSPJK menegaskan, jika kondisi ini tidak segera dihentikan dan jalur dialog tertutup, pihaknya bersama jaringan organisasi progresif lainnya siap melakukan langkah lanjutan. (rls)