Tak Berkategori  

Dikerangkeng tak Seimbang

Meski dalam penjara kebimbangan yang membuat kepala ngeyut, akhirnya tetap harus memilih antara dikerangkeng tapi tak seimbang atau menembus arus dengan perut kosong. Keduanya merupakan pilihan yang rumit buat ditimbang-timbang.

Seorang rekan pernah menumpahkan hipotesanya. Seandainya dihadapkan pada pilihan demikian, maka dirinya lebih rela bersusah payah menembus arus ketimbang dikerangkeng tapi tak seimbang.

Dengan bekal “amunisi” yang cukup dia yakin masih bisa mengisi perut tanpa harus dikerangkeng. Agaknya rekan itu sadar betul, bagaimana konsekuensi yang bakal muncul saat menancapkan prinsip menembus arus.

Meski sadar akan dampak terburuknya, namun rekan itu tetap bersikeras pada prinsip yang dianutnya. Mungkin dalam hatinya sudah terpatri, “Puasa sudah biasa. Buntu asal tetap bermartabat tak mengapa, daripada dikerangkeng tapi tak seimbang”.

Lantas bagaimana dengan kecenderungan hubungan kerjasama pelaku media dengan pemerintahan saat ini, masih adakah pendekar-pendekar jurnalis yang siap menembus arus?

Entahlah, tapi kurasa masih ada. Tapi siapa sosok gerangan, masih bisa diperdebatkan. Atau serahkan saja kepada waktu, biar nanti catatan sejarah yang membuktikan sepakterjangnya, untuk kemudian akhirnya pantas disejajarkan dengan jurnalis sekaliber terdahulunya.

Setelah beberapa saat mendengarkan kicauannya, Aug memberanikan diri bertanya, sebenarnya apa yang hendak disampaikan. Maklum, ngelanturnya sudah kemana-mana. Kan Aug jadi penasaran heheee…

Rekan itu kemudian mendekat, lalu berbisik; angel wes angel pokoknya. Nanti tak jelasin lewat tulisan aja, karena tugas wartawan itu nulis bukan nyerocos tanpa juntrungan, apalagi hanya berkicau lewat medsos (media sosial). (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *