Pemerintah Provinsi Lampung dan Kejati boleh saja merayakan penyelamatan aset Rp1,57 miliar.
Tapi mari jujur: apa yang disebut “prestasi” ini sebenarnya bukti telanjang bahwa aset publik selama ini dibiarkan lepas kendali.
Mengapa aset bernilai miliaran bisa raib tanpa pengawasan? Apakah birokrasi kita terlalu lalai, atau memang ada yang sengaja membiarkannya demi kepentingan tertentu?
Pertanyaan ini jauh lebih penting ketimbang seremonial piagam penghargaan. Setiap kali ada aset “diselamatkan”, publik diajak bertepuk tangan.
Padahal itu sama saja mengumumkan: ada kelalaian, ada kebocoran, ada pengelolaan yang buruk.
Rakyat tidak butuh pencitraan lewat panggung seremoni. Rakyat butuh jaminan bahwa aset mereka aman sejak awal, tanpa harus lebih dulu jatuh ke tangan pihak yang salah.
Kalau pola ini terus berulang, jangan salahkan publik bila menilai penyelamatan aset hanyalah tambal sulam—sementara kebocoran yang lain dibiarkan menganga. (***)