Pelantikan pengurus Perwosi se-Provinsi Lampung kembali dihiasi janji, semangat, dan kutipan inspiratif.
Empat program prioritas digarisbawahi Wagub Jihan Nurlela—mulai dari meningkatkan partisipasi perempuan hingga pembinaan atlet berbakat. Indah di atas kertas, manis di podium.
Tapi pertanyaan yang harus diajukan, berapa banyak dari janji serupa yang benar-benar menjelma program nyata? Sejarah organisasi keolahragaan di daerah sering dipenuhi seremoni, rapat, dan baliho.
Sayangnya, kontribusi nyata di lapangan kerap samar. Atlet perempuan masih bergulat dengan minimnya fasilitas, kurangnya dukungan finansial, hingga diskriminasi halus dalam kesempatan.
Perwosi berpotensi besar menjadi motor perubahan, tapi hanya jika berani keluar dari pola lama, sekadar kumpul, berseragam, lalu bubar.
Empat program prioritas tak boleh berhenti pada jargon. Tanpa eksekusi yang jelas, semua hanya akan menjadi daftar cita-cita yang dibacakan ulang di setiap pelantikan berikutnya.
Perempuan Lampung butuh wadah yang benar-benar membina, bukan sekadar memajang spanduk. Olahraga bukan kosmetik politik, ia harus menjadi jalan nyata untuk mencetak generasi sehat, tangguh, dan berprestasi.
Kalau Perwosi gagal membuktikan diri, ia hanya akan dikenang sebagai organisasi yang sibuk berswafoto di panggung, sementara talenta muda dibiarkan berjuang sendirian. (***)