Tragedi Lift, Alarm Kelalaian Pemkot Bandarlampung

Oleh: RECI PURWANA

Insiden macetnya lift di lantai 8 Gedung Pelayanan Satu Atap Pemerintah Kota Bandarlampung, Selasa (7/10/2025), seolah membuka tabir kelalaian yang selama ini disembunyikan di balik dinding kaca gedung pemerintahan.

Dua pegawai terjebak selama 30 menit—bukan karena bencana alam, tetapi karena kelalaian sistemik. Gedung tanpa genset untuk lift, tanpa jalur evakuasi memadai, dan minim alat pemadam kebakaran.

Kejadian ini seharusnya menggugah kesadaran publik. Apakah keselamatan aparatur sipil negara—yang setiap hari melayani masyarakat—benar-benar diperhatikan oleh pemerintahannya sendiri?

Gedung yang menjadi pusat pelayanan publik semestinya menjadi contoh standar keamanan dan keselamatan kerja.

Namun faktanya, fasilitas vital seperti lift justru bergantung pada baterai cadangan yang kehabisan daya, dan tak ada sistem darurat yang bisa segera berfungsi.

Lebih ironis lagi, ASN di gedung itu sudah lama menyuarakan kekhawatiran tentang minimnya sarana keselamatan, namun tampaknya suara mereka tenggelam dalam hiruk-pikuk administrasi.

Ini bukan sekadar insiden teknis. Ini gagalnya tata kelola aset publik yang mengabaikan aspek keselamatan manusia.

Walikota Bandarlampung, Eva Dwiana, perlu turun langsung memastikan audit menyeluruh terhadap sistem keselamatan seluruh gedung pemerintahan.

Jangan tunggu korban jiwa baru bergerak. Pemerintah daerah harus menegakkan prinsip safety first, bukan ceremonial first.

Sebuah gedung pemerintahan boleh megah dan ber-AC, tetapi jika pegawainya harus bertaruh nyawa setiap kali naik lift, maka yang runtuh bukan hanya sistem listrik—melainkan wibawa pemerintah itu sendiri. (***)