Tak Berkategori  

Dari Selasar Rumah Sakit, Hari Tua Aku Ingin Nikmati Renyahnya Berdzikir Menunggu Ridho-Nya

Asa pada yang kuasa tidak boleh sirna. Duduk di selasar rumah sakit pagi buta, menuntun untuk merenungi hari tua. Akankah berjibaku melakoni jalan serupa, atau bisa menikmati renyahnya berdzikir menunggu Ridho-Nya.

Wara-wiri keluar masuk rumah sakit, nyaris tidak ada manusia yang menginginkan hal itu. Tetapi, jika memang pilihan itu yang tersisa maka apa hendak dikata. Tinggal bagaimana Yang Mahakuasa.

Mengumpat ataupun menerima dengan lapang dada, itu pilihan manusia. Tapi berhusnusdzon pada Tuhan Yang Esa, jalan selamat menghindari murka. Tak ada yang istimewa di selasar rumah sakit pagi buta, hanya asa pada Si Penguasa agar segala urusan dipermudah dengan cara-Nya.

Memikirkan hari tua sepintas tidak berguna, namun batin seolah menuntun supaya duduk selonjoran menjadi lebih bermakna. Daripada melamun tanpa faedah, mengabadikan catatan kiprah sapa tahu kelak bisa jadi sejarah.

Tiga sampai empat kali kucoba bertanya pada petugas rumah sakit di dalam ruangan sana, namun jawaban yang disorongkan masih tetap sama. Rasa kesal mulai menyelinap meracuni pikiran, tapi sungguh masih ada rasa iba terhadap mereka di sana.

Dibatinku bergumam, bagaimana seandainya yang bertugas di dalam sana bagian dari keluargaku. Aahhh… sudahlah akhirnya kuurungkan niatku mengikuti jalan setan, dan memutuskan untuk meninggalkan selasar menuju sebuah warung di sudut kiri rumah sakit. Sapa tahu bisa sidikit membantu menurunkan tensi emosi yang nyaris meletup tadi.

Sampai di sana kutanya harga sebungkus rokok mild dan sebotol air mineral, lalu kubayar sesuai nominal yang disebutkan si penjual. Akupun duduk, kemudian mulai menyalakan rokok dan menenggak minuman tadi sambil bergegas meneruskan ramuan catatan kiprah ini.

Namun tak terasa hari menjelang siang, handphone juga berbunyi mengakabarkan ada tindakan medis di dalam sana yang dilakukan, dan akhirnya kuputuskan menyudahi tulisan ini. Meskipun mengontrol emosi bukan perkara mudah, tapi harus, agar jangan sampai merusak urusan yang belum selesai.

Sambil bersyukur karena bisa memetik hikmah dari selasar rumah sakit, kutinggalkan warung di sudut itu sambil melempar senyuman tipis pada si penjual. Terimakasih telah mengizinkanku duduk berlama-lama. Hari tua aku ingin menikmati renyahnya berdzikir menunggu Ridho-Nya. Aamiin…..(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *