Gagal Akrobat Lahir Kebijakan Ambigu

Melibatkan politikus dan ASN ke dalam kepengurusan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung periode 2019-2023 sepertinya bukan pilihan tepat. Apalagi alasannya karena sulit menemukan sosok yang minimal berkemampuan setara.

Mengutip ungkapan dari anggota sebuah WhatsApp Grup, dalam diskusi kecil pada minggu ketiga Agustus 2019, terpapar jelas bahwa saat pembukaan Musyawarah Provinsi (Musprov) KONI Provinsi Lampung pada 7 Agustus lalu, Gubernur Arinal Djunaidi, dalam pidatonya menyampaikan tidak memperkenankan ASN serta anggota DPRD duduk dalam kepengurusan, karena itu melanggar undang-undang.

“Tapi kalau melihat susunan kepengurusan yang baru ini, justru banyak ASN yang duduk di kepengurusan. Kalau begini, berarti apa yang disampaikan gubernur justru dilanggar dan tidak diindahkan oleh bawahannya sendiri,” tulisnya.

Hanya hitungan menit, disusul komentar dari anggota lainnya. Mengungkap bahwa undang-undang yang mengatur tentang kepengurusan KONI belum berubah, masih UU 3/2005. Pasal 40 bunyinya masih sama; Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.”

“Jelas melarang pengurus dari jabatan struktural dan jabatan publik. Yang dimaksud dengan jabatan struktural dalam ketentuan ini adalah suatu jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dan militer dalam rangka memimpin satuan organisasi negara atau pemerintahan, antara lain, jabatan eselon di departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen.”

“Tidak perlu ditafsirkan macam-macam, sangat jelas dan sangat lugas, tidak bersayap dan ambigu,” tulisnya, kemudian ditambah semacam pernyataan untuk mempertegas arah KONI Provinsi Lampung kedepan, ‘Dulu Lampung pernah beberapa kali 5 besar dan menjadi yang terbaik di luar Jawa. Kalau itu yang kita sepakati sebagai masa kejayaan olahraga Lampung, maka mengembalikan kejayaan olahraga Lampung ya mestinya ke posisi itu lagi, bukan 10 besar.’

Dari paparan sosok kalangan terpelajar di atas, andai saja para pemangku kebijakan dalam penyusunan kepengurusan KONI Provinsi Lampung, bisa sedikit saja terbuka dan menerima kritik yang bersifat membangun, rasa-rasanya restrukturisasi tidak mesti dilakukan dikemudian hari. Karena telah mengikuti aturan yang berlaku.

Menjadi celaka, bila keterlibatan politikus dan ASN dalam kepengurusan KONI Provinsi Lampung periode 2019-2023 merupakan sebuah kesengajaan dilakukan sebab adanya unsur kepentingan. Namun karena terlanjur bocor, ibarat gagal akrobat lahirlah kebijakan ambigu. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *