Hari-hari menjelang pemilihan umum. Kita mulai dipertunjukkan dengan memukau. Pendek kata, pencitraan.
Pencitraan yang berkembang biak di tiang listrik dan pohon-pohon. Dimana terpampang deretan potret wajah yang berjilbab atau berpeci: para politisi.
Tapi jangan melihat ke mereka saja. Kita sendiri, yang suka mengecam pencitraan, hidup, bergaul, dirayu dan merayu, dengan Facebook, Instagram, dan WhatsApp, medan pencitraan, gabungan hasrat narsistis dan keinginan berbagai, tentu saja dengan kebenaran yang diseleksi dan dusta yang menarik dan dimaklumi.
Suguhan, dusta yang menarik dan dimaklumi ini, merata di seluruh seantero. Puncak klimaksnya, biasa terjadi saat para tim sukses atau pendukung politisi bereaksi.
Tinggal pemangku kebijakan, menilik, menertibkan, mana kira-kira tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Ketika baliho, banner yang dipasang oleh tim sukses atau pendukung tidak memiliki izin dan lain sebagainya, maka penegak Perda (Peraturan Daerah) mestinya bersikap tegas, tanpa pandang bulu, pilih kasih, dalam melakukan penertiban. (*)