KIPRAH.CO.ID– Ketua Masyarakat Peduli Demokrasi, Khaidir Asmuni, menilai pernyataan yang di lontarkan pengurus Partai Golkar, Dasril Yanto, menganggap orang lain tidak waras karena menyoal kehadiran Bos Sugar Group (SGC) Purwanti Lee di kampanye pasangan calon Gubernur Lampung Arinal-Nunik, menunjukkan pengurus patrai lambang pohon bringin itu telah lupa diri alias kalap.
“Dasril menggunakan kacamata kuda. Apapun yang dilakukan Purwanti Lee dibelanya, dan menganggap orang lain tidak waras. Dasril tidak mempertimbangkan aspek lain. Bahkan, kalangan yang berpijak pada moral pun dianggapnya tidak waras seperti halnya akademisi,” ujar Khaidir.
Padahal, sambung dia, di tengah minimnya orang-orang yang netral dan independen saat ini, semestinya kalangan akademisi menjadi pijakan moral tertinggi. “Kalau akademisi sudah tidak didengar lagi, bagaimana mungkin orang bisa berteriak tentang moral. Apakah dari politisi seperti Dasril?” tanya Khaidir.
Masyarakat Peduli Demokrasi, lanjut Khaidir, memiliki sejumlah alasan mengapa keterlibatan Purwanti Lee disoal. “Pertama, dari yang disebutkan kalangan akademisi bahwa di tengah ada persoalan masalah pajak, kenapa ada paslon yang membuka pintu pada keterlibatannya di kampanye. Ini kan jadi pertanyaan? Wajar dong masyarakat mempertanyakan masalah ini. Kenapa dibilang Dasril tidak waras?” ungkap Khaidir.
Faktor kedua, kata dia, saat ini keterlibatan pemodal terhadap pasangan calon yang mengikuti Pilkada, selayaknya mengikuti budaya dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Masyarakat tetap membutuhkan independensi paslon yang mandiri, tidak terikat pada kepentingan permodalan.
“Kalau ini dibiarkan, maka rentan terjadi balas jasa ketika seorang paslon sudah terpilih. Dia akan lebih memikirkan untuk membalas jasa. Apalagi biaya yang dikeluarkan sangat besar,” jelas Khaidir.
Faktor ketiga, lanjutnya, terkait pendidikan politik. “Pasangan calon itu muncul karena memang mereka layak untuk dipilih rakyat. Bukan karena mereka ada uang, termasuk dari pihak-pihak yang membiayainya. Kalau uang dikedepankan, maka akan rentan terjadi money politics. Ingat! Money politics!” tegas Khaidir. (*)
