Ditengah kekhawatiran pendidik yang mempersiapkan kemungkinan ‘ganti menteri, ganti kurikulum,” diperiode rentang waktu 2024-2029, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) senantiasa hadir dengan sistem parsipatoris.
Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah, oleh Abdul Mu’ti selalu dimulai dengan menghimpun masukan, saran dan juga tanggapan dari masyarakat.
Tidak heran, kebijakan yang dihadirkan oleh Kemdikdasmen tentu bukan sebuah kebijakan yang buru-buru dan tanpa pertimbangan, termasuk pergantian sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Sama seperti menanggapi kurikulum, banyak pihak yang mengklaim bahwa ini hanya berubah nama, tidak ada beda dengan yang sebelumnya, dan anggapan bahwa hal ini hanya ditujukan agar terlihat kerja.
Sebagai seorang pendidik yang terjun langsung menjadi garda terdepan implementasi kebijakan Kemdikdasmen dan sekaligus aktivis perempuan DPD IMM Lampung, penulis tentu tidak latah mengambil kesimpulan dari beragam respon yang hadir di berbagai media sosial.
Setelah turut aktif membaca tentang pergantian PPDB menjadi SPMB, ternyata kebijakan ini bukan sebatas ganti nama semata. Kebijakan istilah SPMB sebagai sebuah sistem baru dalam penjaringan peserta didik di lingkungan sekolah yang dicanangkan oleh Kemdikdasmen ini merupakan sistem yng telah dipertimbangkan implikasinya jangka panjang secara komprehensif.
Terdapat landasan filosofis yang menjadi dasar perubahan tersebut. SPMB tidak hanya sekedar perubahan nama, sistem ini justru lebih inklusif, objektif dan tidak diskriminatif. Pergantian sistem dalam penerimaan murid baru ini hadir sebagai solusi untuk menciptakan sistem yang lebih memperhatikan pemerataan kesempatan bagi peserta didik. Pasalnya, di PPDB yang semula menerapkan sistem zonasi, dalam SPMB terbuka empat jalur untuk memberi kesempatan bagi peserta didik memutuskan tempat bersekolah.
Pertama, dalam SPMB terdapat jalur domisili. Kebanyakan respon menyebutkan tidak ada perbedaan antara zonasi dengan domisili, padahal dilihat dalam hal ini justru menunjukkan komitmen pemerintah terhadap akses pendidikan yang lebih merata dan berkualitas. Jika sebelumnya zonasi lembaga sekolah menerima berdasar pada alamat yang tercantum di KK, maka dalam pelaksanaan jalur domisili ini lebih memfokuskan pada domisi tempat tinggal.
Kelebihan dari jalur baru ini adalah jika ada siswa yang rumahnya lebih dekat dengan sekolah yang secara alamat berbeda Provinsi, maka masih memungkinkan untuk bisa bersekolah di lembaga pendidikan tersebut. Pun praktik-praktik seperti pemalsuan KK oleh orangtua demi anak-anaknya sekolah di lembaga pendidikan yang diinginkan akan berangsur diminimalisir.
Pemaksimalan minimalisir kecurangan yang dilakukan, sistem ini juga dibangun dengan mengadopsi teknologi yang lebih canggih, dengan begitu sistem ini memang dirancang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Secara keseluruhan memang perubahan PPDB menjadi SPMB menunjukkan upaya pemerintah dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, sebab dengan sistem yang baru ini maka distribusi siswa akan lebih seimbang dan tidak ada kesenjangan yang cukup signifikan antara sekolah unggulan dengan sekolah yang peminatnya kurang.
Kedua, jalur berikutnya adalah jalur prestasi. Karena tidak lagi terfokus pada jalur zonasi, dengan adanya jalur domisili maka akan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi siswa yang memiliki prestasi akademik maupun non-akademik untuk menentukan pilihan akan bersekolah di mana.
Jika sebelumnya di PPDB terdapat siswa berprestasi diluar zona tidak memiliki kesempatan untuk mengakses sekolah sesuai dengan minat, bakat dan potensinya, maka di SPMB ini diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi siswa berprestasi untuk mengoptimalkan kemampuannya di sekolah yang mereka pilih. Dengan begitu, siswa yang memiliki potensi unggul akan diberi ruang seluas-luasnya untuk diterima disekolah tanpa terbatas oleh sistem zonasi.
Ketiga, Kemdikdasmen juga membuka jalur afirmasi. Program penerimaan murid baru bagi siswa yang kurang mampu dengan menggunakan data dari lembaga terkait untuk memastikan bahwa penerima manfaat benar-benar berasal dari keluarga prasejahtera. Keempat, jalur mutasi yang diperuntukan bagi siswa yang orangtuanya berpindah tugas.
Keempat jalur tersebut dihadirkan Kemdikdasmen sebagai upaya optimalisasi sistem pendidikan dan pemerataan. Selain meningkatkan kesempatan bagi siswa untuk mengakses sekolah yang sesuai dan tidak memberatkan berdasar jarak, SPMB ini juga lebih fleksibel dalam menyesuaikan proses seleksi dengan kebutuhan pendidikan modern. Sistem ini juga jauh lebih menerapkan transparansi, sehingga murid akan bisa bersaing secara adil.
Menganati beragam dampak positif dan kajian mendalam terkait perubahan menjadi SPMB, penulis percaya bahwa hal ini bukan hanya pergantian nama semata. Menurut pandangan pribadi penulis, kebijakan pergantian ini mempertegas posisi Kemdikdasmen yang berkomitmen dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional berkualitas. Sistem ini juga menunjukkan bahwa Kemdikdasmen cukup fokus dalam mencetak generasi penerus yang berkualitas dan siap bersaing menghadapi tantangan global. (*)
Penulis: Renci (Praktisi Pendidikan dan Ketua Bidang IMMawati DPD IMM Lampung)