Tak Berkategori  

Reklamasi di Pulau Tegal Mas, Gubernur Arinal Mingkem???

Masih ingat kasus reklamasi dan pengrusakan lingkungan yang dilakukan pihak pengelola Pulau Tegal Mas di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Pulau Pandan, Kabupaten Pesawaran? Gubernur Arinal Djunaidi mesti bersikap tegas, kalau semangat Lampung Berjaya betul terpatri di hatinya.

Menjadi celaka, seandainya justru mengistimewakan tuan pengusaha, apalagi dibubuhi dengan bumbu lobi-lobi politik kepentingan. Alhasil, sebagai intrik agar lepas dari sorotan publik, jurus ‘mingkem’ jadi pilihan. Padahal sesungguhnya itu bukan solusi.

Meski fakta jelas adanya pelanggaran reklamasi, sikap ‘mingkem’ seolah disengaja demi membela tuan pengusaha, atau malah boleh jadi karena sudah terima upeti sambil menunggu izin terbit. Lantas bagaimana dengan pelanggaran yang sudah terjadi selama ini, ada apakah gerangan Gubernur Arinal mingkem?

Kasus ini sempat menghebohkan, bahkan mendapat perhatian serius sampai dilakukan tindakan tegas berupa penyegelan oleh tim gabungan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tindakan tegas penyegelan tersebut dilakukan, Selasa (6/8/2019) pagi, karena ada reklamasi seluas 0,5 hektar di Pantai Marita Sari dan pengembangan ruang laut di Pulau Tegal tanpa izin oleh PT. Tegal Mas Thomas selaku pengelola.

Penyegelan dipimpin langsung Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani. Turut mendampingi Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP, M. Eko Rudianto, dan Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Wisnu Broto. Penghentian aktivitas itu juga disaksikan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Prasetyo Utomo.

Langkah bersama tiga kementerian itu, disebut sebagai gerakan penyelamatan sumber daya alam. Mendapatkan perhatian dan supervisi KPK. Karena merusak sumber daya alam dianggap merupakan kejahatan serius dan luar biasa. Penindakan itu hasil investigasi penyidik tiga kementerian, menggunakan pasal berlapis.

Jika terbukti, pelaku dijerat 3 (tiga) undang-undang sekaligus, yaitu: poin pertama Pasal 98 dan 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukuman 10 (sepuluh) tahun penjara, denda paling banyak 10 (sepuluh) miliar Rupiah.

Poin kedua, Pasal 69 ayat [1] dan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Ancaman hukuman 3 tahun penjara dan denda maksimal 500 juta Rupiah.

Poin ketiga, Pasal 73 ayat [1] huruf g jo Pasal 35 ayat [1] dan/atau Pasal 75 jo Pasal 16 ayat [1], Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda sebanyak 10 miliar Rupiah.

Di Pantai Marita Sari telah terjadi reklamasi dua jalur sekitar 100 meter dari bibir pantai yang rencananya akan dibangun dermaga khusus penyeberangan tamu. (*)

Sumber: dbs dan mongabay

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *