KIPRAH.CO.ID– Komisi Informasi (KI) Lampung menjawab harapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Lampung untuk menyelesaikan dugaan konflik sengketa lahan dan Hak Guna Usaha (HGU) PT Sugar Group Company (SGC) dan warga yang tak kunjung usai.
Ketua KI Provinsi Lampung, Dery Hendryan membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat yang ingin mengajukan pengaduan sengketa ke KI Lampung.
“KI sepakat dengan apa yang diharapkan DPRD Provinsi Lampung. Karena itu merupakan refleksi dari harapan masyarakat atas sengkarut persoalan data HGU ataupun lahan tersebut,” kata Komisioner KI Provinsi Lampung dua periode ini, Kamis (13/2/2020).
Sebelum mengajukan permohonan sengketa informasi ke KI, kata Dery, masyarakat ataupun pemohon terlebih dahulu harus mengikuti mekanisme yang ada.
“Artinya masyarakat mengajukan informasi permintaan data atau dokumen kepada instansi yang mengeluarkannya yakni BPN, apakah itu level kabupaten/kota ataupun provinsi,” ungkap dia.
Setelah itu, para pemohon informasi itu harus menunggu respon ataupun balasan dari instansi tersebut selama 10 hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut.
“Selama 10 hari kerja sejak diterimanya permohonan informasi itu, maka kantor pertanahan di kabupaten/kota ataupun provinsi wajib merespon atas permintaan tersebut,” jelas dia.
Kalau tidak direspon selama 10 hari kerja, lanjutnya, maka masyarakat bisa mengajukan keberatan ke badan hukum instansi tersebut atas tidak diberikan informasi atau tidak memuaskan sesuai tujuan saat memohon data.
“Jika dalam waktu 30 hari kerja tidak ada respon, maka masyarakat bisa mengajukan sengketa ke KI. Artinya permohonan sengketa informasi itu terlebih dahulu melalui permintaan informasi ke BPN kabupaten/kota ataupun provinsi,” ungkap dia.
Setelah KI menerima permohonan sengketa tersebut, maka pihaknya akan memulai proses penyelesaian sengketa melalui ajudikasi atau mediasi. “Disini nanti akan ada dialog musyawarah silang sengketa informasi dari kedua belah pihak. Data yang diminta apa dan untuk kepentingannya apa, kan gitu,” ucap dia.
Kalau data tersebut dikecualikan atau dirahasiakan, maka pihak termohon dalam hal ini BPN harus bisa menyampaikan dasarnya.
Adapun dasar-dasar data ataupun informasi itu dirahasiakan, yakni Pertama, telah diamanatkan oleh Undang-Undang (UU). Kedua, kepatutan. “Apakah ini berlaku untuk umum atau tidak sesuai dengan kaidah kearifan lokal disana,” ungkap dia.
Ketiga, memperhatikan kepentingan umum. “Apakah yang dimintakan informasi ini menyangkut kepentingan orang banyak dan berdampak mengganggu ketertiban umum. Jika salah satu data ataupun informasi yang diminta memenuhi salah satu unsur tersebut, maka baru bisa dikatakan dirahasiakan,” ucap dia.
Setelah melalui proses tersebut dan tidak ditemukan kata sepakat, maka akan dilanjutkan melalui sidang ajudikasi. “Kalau dalam musyawarah mediasi itu nanti tidak ada kata sepakat, maka dilanjutkan melalui sidang ajudikasi. Disana, baru kita putuskan,” pungkasnya. (Tim)