Banjir dan Lemahnya Infrastruktur: PR Besar Pemerintah Kota

Oleh: RECI PURWANA

Banjir bukan sekadar fenomena alam, tapi cerminan lemahnya manajemen perkotaan dan infrastruktur.

Ketika drainase tersumbat, ruang hijau digusur, dan pembangunan tidak mempertimbangkan daya tampung air, maka banjir jadi konsekuensi logis.

Pemerintah perlu bergerak lebih serius, bukan hanya reaktif saat bencana datang. Perencanaan tata kota yang tangguh dan infrastruktur yang terintegrasi harus menjadi prioritas, bukan sekadar wacana.

Setiap musim hujan, banyak wilayah di kota kembali dikepung banjir. Fenomena ini tak lagi mengejutkan, namun tetap meresahkan. Meski bencana ini terjadi berulang, penanganannya seolah tidak pernah benar-benar tuntas. Salah satu akar masalah utamanya adalah lemahnya infrastruktur penanganan banjir.

Sistem drainase tidak mampu menampung debit air yang meningkat akibat hujan deras. Ditambah lagi, alih fungsi lahan hijau menjadi area permukiman dan komersial memperparah risiko genangan.

Tanggul sungai yang rapuh, tidak adanya kolam retensi yang memadai, serta minimnya teknologi peringatan dini semakin memperlihatkan kelemahan dalam sistem pemerintah.

Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada penanganan saat banjir sudah terjadi, tetapi harus mulai menata ulang sistem dari hulu ke hilir. Investasi jangka panjang dalam infrastruktur hijau, pemulihan daerah aliran sungai, serta edukasi publik tentang pentingnya menjaga lingkungan sangat krusial untuk mengurangi dampak bencana ini.

Infrastruktur seperti tanggul, kanal, dan sistem peringatan dini sering kali tidak dirawat dengan baik atau tidak mencakup seluruh wilayah rawan banjir. Kurangnya koordinasi antara pemerintah kota, serta minimnya investasi dalam sistem penanganan banjir jangka panjang, juga turut memperburuk keadaan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan perencanaan yang menyeluruh, penguatan infrastruktur fisik, dan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa pembangunan kota dilakukan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan potensi risiko bencana.

“Banjir bukan lagi kejutan. Tapi kenapa kita selalu gagap saat menghadapinya? Infrastruktur lemah, drainase tersumbat, dan ruang hijau terus menghilang. Sudah saatnya kita benahi, bukan hanya bersih-bersih pascabanjir.” (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *