KIPRAH.CO.ID– Semangat yang digaungkan Gubernur Arinal Djunaidi terhadap peningkatan penegakan hukum di Provinsi Lampung, faktanya terindikasi bertolak belakang dengan perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap seperti Pulau Tegal Mas.
Pada Rabu (5/2/2020) kemarin, demi meningkatkan penegakan hukum di Provinsi Lampung, Gubernur Arinal Djunaidi dan kepala daerah se-Provinsi Lampung menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kejaksaan di Balai Keratun Lt. III, Komplek Kantor Gubernur, Bandarlampung.
Penandatanganan MoU dilakukan antara Gubernur Arinal dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Diah Srikanti lalu diikuti penandatanganan antara Kepala Daerah Kabupaten/Kota dengan Kejaksaan Negeri.
MoU itu merupakan kesepakatan bersama tentang Penanganan Masalah Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Pada Wilayah Hukum Provinsi Lampung.
Dengan penandatanganan MoU itu, kata Gubernur Arinal, berarti dunia usaha dan masyarakat serta pemerintah daerah se-Provinsi Lampung bisa mendapatkan kepastian hukum, sehingga apa yang menjadi target pembangunan ke depan dapat berjalan dengan baik.
“Kita semua menyadari banyak persoalan hukum yang ada terkadang tidak bisa terselesaikan antara masyarakat dengan pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Lampung. Itu sebabnya, diperlukan lembaga Kejaksaan selaku Pengacara Negara untuk dapat membantu dan bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan hukum bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yang bersinggungan dengan masyarakat sebagai mediator dan/atau fasilitator,” jelasnya.
Di lain pihak, saat ini di Provinsi Lampung perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap seperti Pulau Tegal Mas sulit dieksekusi, peran para pemangku kebijakan mendorong agar tegaknya hukum dengan baik dipertanyakan.
“Dengan begitu rasa keadilan bisa dirasakan oleh masyarakat yang berkepentingan, bukan malah seolah tidak tahu, diam dan cenderung abai, sehingga diduga ada main mata antara pengusaha dan penguasa,” kata Pembina Advokat Bela Rakyat (ABR), Hermawan saat ditanya wartawan, Rabu (5/2/2020).
Karena itu, ABR berharap agar masalah ini bisa segera terselesaikan, supaya masyarakat tetap percaya akan penegakan hukum di negara hukum. “Diperlukan ikut campur langsung pemangku kebijakan dalam hal ini gubernur, Polda dan lainnya,” tukas Hermawan.
Sebelumnya, Robinson Pakpahan bersama rekan-rekannya yang mengurus perkara inkracht yang dimenangkan Babay Chalimi, Selasa (4/2/2020) mengaku ironis, pejabat daerah dan aparat hukum yang ada di Provinsi Lampung menutup mata dari berbagai pelanggaran hukum yang sudah dilakukan oleh pengelola Pulau Tegal Mas di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Pulau Pandan, Kabupaten Pesawaran.
“Jangankan menegakkan aturan hukum yang ada dan berlaku serta telah dilanggar, untuk mendukung upaya penegakan hukum yang sudah dilakukan oleh KLH, KKP dan ATR/BPN serta KPK yang tahun lalu telah menyegel dua dermaga yang berada di Pantai Ringgung dan Pantai Pulau Tegal sajapun pejabat dan aparat hukum di Lampung tampak enggan dan tidak peduli,” kata Robinson Pakpahan.
Padahal, kata dia, pelanggaran hukum yang sudah dilakukan pengelola Tegal Mas tergolong berat dan akumulatif. “Tanah yang dibangun dan dirusak oleh pengelola Tegal Mas itupun adalah milik klien kami Babay Chalimi yang pada 16 Februari 2004 sudah menerima kompensasi dari Kohar Widjaja yang kalah berperkara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang,” jelasnya.
Pihaknya menegaskan, saat ini PN Tanjungkarang masih dalam tahap akhir memberikan kesempatan kepada Para Termohon Eksekusi untuk secara sukarela memenuhi kewajiban mereka yaitu membayar Kerugian Materiel sebesar Rp 40 miliar dan Kerugian Immateriel senilai Rp 20 miliar serta uang paksa (dwangsom) selama lebih dari 15 (lima belas) tahun yang jumlahnya sekira Rp 10 miliar.
“Bahwa apabila pembayaran sejumlah uang tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Para Termohon Eksekusi, maka PN Tanjungkarang akan melakukan Sita Eksekusi berupa pengosongan Objek-Objek Sita Jaminan dan atau Objek Kompensasi atas Sita Jaminan putusan inkracht, yang di antaranya berupa bidang tanah dan bangunan di Taman Patra Kuningan Timur X Jakarta Selatan (saat ini dikuasai oleh Suryadi), tanah dan bangunan di Jalan Sriwijaya Enggal Bandar Lampung (saat ini dikuasai Bank Utomo), tanah dan bangunan di Jalan Ikan Hiu Pesawahan Bandar Lampung (saat ini dikuasai oleh Basais Sutami), tanah dan bangunan di Jalan Raya Srengsem (saat ini ditempati dan dikuasai oleh PT Daya Radar Utama), tanah dan bangunan di Jalan Ebony BRN Way Halim Bandar Lampung (saat ini ditempati Handayanti), tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Selat Malaka V Panjang Bandar Lampung (saat ini ditempati Stephanus Soegiyanto),” terang Robinson Pakpahan.
Di dalam perjalanan hukumnya, lanjut dia, perkara yang telah inkracht tersebut berkaitan secara hukum dan erat sekali berhubungan dengan tanah kebun seluas sekitar 60 hektar yang berada di Pulau Tegal, Desa Gebang Teluk Pandan, Pesawaran, yang kemudian dikenal dengan nama Tegal Mas Island.
“Di mana secara tanpa hak kemudian tanah yang seluas 60 hektar tersebut yang secara hukum telah diserahkan kepada saudara Babay Chalimi oleh Termohon Eksekusi (dahulu Tergugat) ternyata telah dibangun Tegal Mas Island yang kemudian diperjualbelikan di bawah tangan dan dikomersialkan kepada publik,” tukasnya.
Putusan yang telah inkracht termaksud adalah perkara Nomor 15/PDT.G/2002/PNTK. (Tim)