KIPRAH.CO.ID– Korupsi pelayanan seakan biasa dan wajar di tubuh birokrasi negeri ini. Bisa berbentuk sepele atau berat, yang melakukan seperti gelap mata tanpa malu dan tidak merasa berdosa.
Padahal kehadiran birokrasi bebas korupsi pelayanan diinginkan semua masyarakat di republik ini. Sebaliknya, korupsi pelayanan sangat dibenci. Tapi karena mekanisme pengaduan saat ini masih tertutup, sehingga masyarakat belum banyak tahu harus ke mana ketika mengadukan sesuatu. Akhirnya tidak melapor.
Perkara ini sempat dikupas Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam diskusi bertajuk ‘Pelayanan Rakyat Bebas dari Korupsi’ di gedung Bina Graha, Jl Veteran, Gambir, Jakarta Pusat pada Januari lalu.
Saat itu Koordinator ICW, Adnan Topan memberikan catatan saat ini banyak lembaga pengaduan yang dibuat oleh pemerintah, tapi masih lamban dalam melakukan penanganan. Untuk itu, ia menyarankan proses tiap lembaga itu harus lebih responsif. Sebab ketika lambat, orang akan berpikir ngapain ngadu.
Mencermati dari berbagai kasuistis tentang korupsi pelayanan, kita mungkin bisa mengingat-ingat dari sekian banyak pengalaman bagaimana ketika terpaksa harus berurusan dengan birokrasi. Antrian panjang kerap tidak terelakkan. Apakah karena kurangnya petugas, atau saking membludaknya masyarakat yang akan minta dilayani?
Tapi coba di ingat-ingat lagi bagaimana saat anda mendatangi pusat perbelanjaan atau Mall. Apakah pengunjung tidak lebih membludak ketimbang di birokrasi? Nyatanya, antrian terjadi hanya sesekali pada waktu tertentu seperti momen menjelang lebaran.
Mengapa, coba ingat-ingat pengalaman lagi. Saat anda berada di Mall, adakah para pegawai yang digaji oleh pemilik outlet bisa berleha-leha, ketawa ketiwi, memegang handphone saat bekerja atau bahkan bermain game?
Sebaliknya, ketika di birokrasi yang pegawainya digaji dengan uang rakyat untuk melayani keperluan rakyat, hampir setiap kemana arah melemparkan pandangan mata akan melihat manusia tanpa malu dan tidak merasa berdosa sedang cekaka cekiki, tidak lepas dari gadget bahkan ada yang saking santainya sambil main game. Mereka seperti gelap mata.
Maka jika boleh menyimpulkan, apakah yang kerap membuat antrian panjang saat masyarakat terpaksa berurusan dengan birokrasi? Jawabannya, bukan karena kurangnya pegawai, tapi telah terjadi ‘Korupsi Pelayanan’. (*)