KIPRAH.CO.ID– Panggilan lembaga DPRD Kabupaten Tulangbawang Barat kepada pimpinan PT. Berjaya Tapioka Indonesia (BTI) berulangkali ‘dikacangi’.
Mirisnya, perbuatan tersebut seolah dimaklumi. Tak ada kecewa apalagi terhina, marwah lembaga berisi anggota yang memiliki hak prerogatif dan fungsi kontrol sosial itu dibuat seperti tak berdaya. Ada apa ya? Tentang peralihan atau sekedar “olahan”.
Diketahui, Komisi I DPRD Tubaba ‘ngotot’ supaya pimpinan PT BTI hadir dalam rapat dengar pendapat (hearing), guna klarifikasi terkait perizinan serta kejelasan peralihan dari perusahaan sebelumnya (PT BTJ ke PT BTI, red).
Surat panggilan dari lembaga DPRD Kabupaten Tulangbawang Barat sudah tiga kali di kirimkan ke PT BTI. Terakhir pada Senin (1/2/2021) kemarin, namun tetap diacuhkan. Sampai akhirnya rapat tetap dilakukan, tapi berlangsung tertutup.
Hearing tetap berlangsung minus perwakilan dari pihak PT BTI. Dihadiri pihak Disnakertrans, DPTSP, DLH, Dispenda, Bagian Hukum, Diskoperindag, serta sejumlah anggota Komisi I DPRD Kabupaten Tulangbawang Barat.
Ketua Komisi l, Yantoni mengatakan alasan ketidakhadiran pihak perusahaan memang sudah ada, sayangnya tidak disebutkan secara konkret. “Alasan memang sudah ada. Alasan mereka meminta kepada kita kalaupun ada pembenahan-pembenahan perizinan ataupun permasalahan lain, mereka minta secara tertulis saja,” ujarnya.
Selanjutnya, Yantoni membeberkan permasalahan-permasalahan terkait perizinan PT. BTI yang dianggap tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Menurutnya, ketika adanya peralihan dari perusahaan, maka perizinan tersebut semestinya ada perbaruan.
“Ketika itu di over alihkan, baik pekerja maupun perizinan itu harus dari awal mereka sampaikan. Dokumennya itu harus baru. Karena BTJ kita tahu sudah 20 atau 15 tahun yang lalu, apakah perizinan-perizinan yang mereka sampaikan masa lampau dari BTJ, ini perlu dibenahi,” kata dia.
“Tadi kita sudah dapat dokumen perizinan-perizinan. Memang sudah ada dokumen perizinan yang diperpanjang, tapi ada yang belum. Hasil hearing, setelah ditelaah tidak sesuai fakta di lapangan. Kemudian ketenagakerjaan belum ada laporan, belum ada dokumen masuk kesitu untuk administrasi tenaga kerja,” ungkap Yantoni.
Karena itu, pihaknya meminta ketegasan dari Bupati Tulangbawang Barat untuk mendorong SKPD terkait agar lebih kooperatif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. “Kemudian IMB nya hanya sekitar 800 meter persegi. Makanya kesimpulan dari rapat itu kita minta kepada bupati, melewati kepala dinas satu pintu untuk melakukan hal-hal yang sangat penting yang diperlukan. Kumpulkan semua satker terkait sama-sama kita turun ke lapangan,” tukasnya.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulangbawang Barat, Gustam tidak bisa menjelaskan dan menunjukkan dokumen terkait informasi jumlah tenaga kerja PT BTI yang tercatat.
“Kami ini kan diundang. Yang pengaruh besar satu pintu. Jadi kalau mau bicara perizinan, kan satu pintu yang punya kaitan. Infomasi jumlah pekerja, ya ke kantor tanya sama yang membidangi,” ketusnya.
Sedangkan Kepala Dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu, Lukman menjelaskan bahwa izin operasional yang digunakan PT BTI adalah izin terbaru, namun tanpa melalui TKPRD (Tim Kordinasi Penataan Ruang Daerah).
“Mereka sudah punya dokumen tentang peralihan itu, bahwa mereka ini sudah jual beli, tentunya memakai direktur yang ada sekarang nama perusahaan yang ada sekarang, makanya yang tadinya BTJ sekarang BTI,” tuturnya.
Menurutnya, BTJ merupakan asal dari perusahaan BTI. Sehingga pekerja semestinya mengikuti mekanisme perusahaan terbaru. “BTJ itu asal usulnya saja. Sesuai dengan operasional sekarang BTI, tentunya karyawan patuh dengan BTI. Hanya saja kita akan lihat, menurut pihak perusahaan bahwa mereka ini sudah ditanggung BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja. Sementara saya belum lihat dokumennya, kita jadwalkan mau panggil Kepala Cabang BPJS, apakah benar bahasa mereka ini,” tukas Lukman. (Tim)