Survei Rakata Institute Tendensius?

KIPRAHRAKYAT.COM– Hasil survei yang di rilis lembaga Rakata Institute yang menyebutkan tanpa kehadiran pasangan calon petahana M.Ridho Ficardo–Bachtiar Basri pada Pilgub 27 Juni 2018, dinilai hanya sekedar gebrakan menggiring opini publik terhadap salah satu kandidat dan sangat tendensius.

“Apa alasan lembaga Rakata Institute menyebutkan ‘Pilkada Tanpa Petahana’. Padahal masyarakat mengetahui bahwa pilgub tahun ini diikuti oleh empat pasangan calon termasuk petahana Ridho-Bachtiar. Apakah ini salah satu langkah untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas dari salah satu kandidat saja,” kata akademisi politik dari Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, Kamis (12/4/2018).

Hasil survei Rakata Institute yang menyebutkan adanya seleksi alam, sehingga menempatkan paslon Arinal Djunaidi–Chusnunia Chalim dan Herman HN–Sutono sebagai final ideal di ajang pesta demokrasi lima tahunan tingkat provinsi tersebut, untuk memfokuskan masyarakat atau publik kepada kedua sosok paslon tersebut.

Padahal, dalam penilaian kualitas personal calon, Rakata Institute menyebutkan bahwa sifat kepemimpinan terpenting harus dimiliki calon gubernur/wakil gubernur Lampung, yakni jujur dan bersih dari korupsi mencapai 50,30 persen. Kemudian, penilaian kedua, peduli atau perhatian pada rakyat mencapai 36,10 persen.

“Kita (masyarakat Lampung) mengetahui, bahwa sosok M.Ridho Ficardo tidak pernah berurusan masalahan hukum terkait korupsi dan perhatian dengan rakyat selama menjabat sebagai gubernur periode 2014-2019. Kita juga mengetahui bahwa kandidat lainnya juga diindikasi pernah berurusan dengan hukum,” katanya.

Misalnya, yang belum hilang dalam ingatan dulu pak Arinal pernah di demo oleh puluhan orang yang mengatasnamakan ormas eL-SAK Lampung di depan kantor Kejati Lampung, menyoal terkait dugaan penyelewengan dan penyalahgunaan APBD 2015 di beberapa biro saat Arinal menjabat sebagai Sekdaprov Lampung.

“Kalau tidak salah saya juga pernah membaca berita yang menyebutkan Chusnunia Chalim wakil dari Arinal Djunaidi diperiksa penyidik KPK sebagai saksi untuk Charles Jones Mesang, tersangka kasus dugaan korupsi di Direktorat Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (P2KTrans) sebagai mantan anggota Komisi IX DPR,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, Wali Kota Bandar Lampung Herman HN juga pernah diperiksa Kejaksaan Agung di Jakarta terkait dengan kasus dugaan korupsi Perizinan Reklamasi Teluk Lampung. Sementara calon gubernur Mustafa telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap ke pihak DPRD Lampung Tengah untuk memuluskan langkah peminjaman Rp 300 miliar ke PT SMI.

Di lain sisi, ia menilai pasangan petahana calon gubernur–wakil gubernur Lampung memiliki keunggulan ketimbang calon baru, misalnya saja dari segi popularitas. Sebab, sosok petahana sudah lebih dikenal masyarakat sebagai sosok kepala daerah yang memimpin daerahnya dalam kurun waktu tiga tahun berjalan.

“Jadi ada kedekatan emosional antara petahana dan masyarakat. Karena adanya kinerja, kebijakan publik dan program yang diimplementasikan untuk kemajuan daerah. Sehingga ada peluang bagi petahana,” jelasnya.

 

Ia berharap, lembaga penyelenggara pemilu maupun lembaga lainnya dapat mengawal dengan baik pelaksanaan pilgub 2018 mendatang, untuk kemajuan Provinsi Lampung dalam mencari sosok pemimpin yang amanah dan berniat memajukan Bumi Ruwa Jurai periode 2019-2024. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.