Selain sedang hangat diperbincangkan di kalangan Peratin (kepala desa), seorang oknum Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Lampung Barat juga ramai digunjingkan beberapa pejabat di Kabupaten Pesisir Barat.
Gunjingan itu terkait kinerja sang oknum yang disinyalir gemar “bersilaturahmi” kepada pejabat pemerintah dan Pekon. Sayangnya silaturahmi sang oknum dinilai publik membawa petaka, khususnya bagi Korps Adhyaksa.
Mengapa membawa petaka? Jelas atas ulahnya nama baik Korps Adhyaksa tercoreng-moreng yang menyebabkan keperacayaan publik pada salah satu lembaga penegak hukum itu cenderung menurun.
Untuk itu Kejaksaan Agung RI (Kejagung), mestinya menindak tegas oknum Jaksa nakal, khususnya yang ada di Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat-Pesisir Barat.
Hal itu perlu dilakukan agar citra baik dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Adhyaksa itu kembali tumbuh.
Dalam konteks penegakan hukum, Jaksa seharusnya berfungsi sebagai sapu, untuk membersihkan kejahatan, khusunya korupsi. Jadi, bagaimana masyarakat mau percaya bahwa Jaksa mampu membersihkan kejahatan korupsi, kalau sapunya saja kotor seperti itu.
Karenanya, Kejagung RI bisa memberikan tindakan tegas terhadap oknum Jaksa nakal yang telah mengotori nama baik lembaga Kejaksaan tersebut.
Sanksi bagi Jaksa nakal, jika telah terbukti melakukan pelanggaran seperti halnya memeras, sanksi yang diberikan mestinya tidak cukup sebatas pemecatan, tapi harus ditindaklanjuti dengan proses secara pidana.(*)