KIPRAHRAKYAT.COM– Sejak 2015 hingga 2018, alokasi pupuk bersubsidi Provinsi Lampung selalu menduduki peringkat pertama di Sumatera dan tertinggi di luar Jawa. Padahal, luas areal sawah Lampung kalah dengan Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provinsi Lampung, Edi Yanto mengungkapkan, keberhasilan tersebut tak lepas dari penilaian pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian. “Pusat menilai Lampung berhasil menjalankan berbagai program, sehingga alokasi pupuknya ditambah,” kata Edy Yanto di Bandar Lampung, Senin (26/3/2018).
Ia menguraikan, pada 2015 total alokasi pupuk bersubsidi Lampung berada di posisi lima nasional dengan jumlah 484.100 ton. Sedangkan Sumatera Selatan 346.450 ton, dan Sumatera Utara 434.050 ton. Kemudian di tahun 2016, sambung dia, Lampung justru berada di posisi keempat nasional dengan jatah 530.070 ton, sedangkan Sumatera Utara 457.270 dan Sumatera Selatan 360.990.
Alokasi pupuk Lampung juga teratas di Sumatera pada 2017 dengan 484.100 ton, disusul Sumatera Selatan 346.450 dan Sumatera Utara 434.040 ton. “Sedangkan di 2018, Lampung tetap kokoh di puncak dengan alokasi 502.480 ton, jauh dari jatah Sumatera Selatan 320.140 ton dan Sumatera Utara 482.880 ton,” ungkap Edi.
Penentuan alokasi pupuk, lanjutnya, berdasarkan dua hal yakni luas lahan dan kinerja pemerintah daerah. Misalnya, jika alokasi tahun lalu tidak berhasil disalurkan dengan baik, jatahnya akan dialihkan ke provinsi lain. Meskipun demikian, Edi mengakui alokasi tersebut masih kurang dari kebutuhan riil di lapangan.
Menjelang akhir 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung merilis luas lahan sawah Lampung seluas 400.566 hektare. Bandingkan dengan data BPS (2015) yang merilis luas sawah di Sumatera Selatan mencapain 774.502 hektare dan lahan sawah di Sumatera Utara pada 2016 seluas 435.814,5 hektare.
Faktor lain yang membuat Lampung selalu jawara jatah pupuk, kata Edi, terobosan penjualan pupuk online yang dicanangkan wakil gubernur Lampung (non aktif) Bachtiar Basri pada 6 Mei 2016 di Kecataman Candi Puro, Lampung Selatan. Kemudian, kembali dicanangkan gubernur Lampung (non aktif) Muhammad Ridho Ficardo pada 14 Maret 2017 di Kota Metro.
“Kinerja billing system ini telah diperiksa BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan opininya bagus, meski masih ada beberapa catatan seperti keterlambatan pengiriman SP36. Tapi kalau pengiriman Urea sudah baik,” jelas Edi Yanto, didampingi Kabid PSP Dinas Pertanian TPH Lampung, Indriatmoko.
Apalagi, kata Edi, Bank Lampung kini menerbitkan kredit billing system untuk menambah kekurangan modal petani menebus pupuk. Pada tahap awal di 2017, realisasi kredit billing system mencapai Rp400 juta. “Kinerja inilah yang dinilai pusat. Jadi, naik tidaknya alokasi pupuk itu ditentukan juga kinerja pemerintah daerah,” tutupnya. (*)