Tak Berkategori  

Babak Baru Kasus APBD 2015 Pemprov Lampung, FLM Lapor Kejagung dan Komisi 3 DPR RI

KIPRAH.CO.ID– Tiga kali Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menerbitkan surat mengenai dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penetapan Besaran Honorarium Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, Rancangan Peraturan Gubernur dan Tim Evaluasi Raperda APBD Kabupaten/Kota pada Sekretariat Daerah Provinsi Lampung TA 2015 nyata adanya, tetapi hasilnya menjadi misteri bagi masyarakat.

Adapun tiga surat terkait kasus tersebut yakni, laporan hasil Penyidikan Kepala Kejati Lampung Nomor: Prin-03/N.8/Fd.1/04/2017 tanggal 28 April 2017, Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nomor: Prin-09/N.8/Fd.1/06/2017 tanggal 08 Juni 2017, dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati nomor: Prin-05/L.8/Fd.1/09/2019.

Kecewa karena kenyataannya penegakan hukum di Provinsi Lampung mengarah pada sulit dipercaya, masyarakat akhirnya menyatu ke dalam wadah Front Lampung Menggugat (FLM) mengadu ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi III DPR RI. Keputusan yang diambil tersebut dituangkan melalui surat nomor: 0193/B/FLM-LPG/II/2020 perihal Aduan Masyarakat tanggal 17 Februari 2020.

Koordinator Presidium FLM yang membawahi 14 lembaga, Hermawan menegaskan laporan itu menyatakan mosi tidak percaya terhadap penegakan supremasi hukum pada Kejati Lampung.

“Sudah beberapa kali Kejati menerbitkan surat perintah penyidikan, tetapi sampai sekarang belum juga menetapkan tersangka. Masyarakat bertanya-tanya, ini ada apa dengan Kejati Lampung?” kata Hermawan saat dihubungi via telepon, Senin (17/2/2020).

Karena itu, pihaknya mengadukan kasus tersebut pada Kejagung RI agar menindaklanjuti laporan masyarakat ke Kejati Lampung atas dugaan tindak pidana korupsi honorarium tahun 2015 lalu. FLM juga melayangkan surat laporan ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Komisi III DPR RI.

“Kita juga meminta KPK untuk supervisi kasus ini. Selain itu melayangkan surat ke Komisi III DPR RI, untuk rapat dengar pendapat. Agar perkara ini jelas dan terang. Dan segera menetapkan tersangka. Kami berharap gerakan anti korupsi bukan hanya menjadi slogan semata, namun adanya langkah konkrit insitusi penegak hukum dalam pelaksanaannya,” ujar Hermawan.

Menurut Hermawan, pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi tanggungjawab semua elemen masyarakat, karena korupsi adalah musuh bersama dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).

“Kami akan terus melakukan langkah lainnya apabila persoalan yang terjadi tidak ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Bahkan tidak segan-segan kami akan melakukan penyampaian aspirasi dimuka umum, baik di Kejati maupun Kejagung RI,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan perhitungan sementara Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung ditengarai ditemukan kerugian negara sebesar Rp480 juta. Tapi menurut FLM jumlahnya bahkan mencapai Rp 2.316.450.000 (dua miliar tiga ratus enam belas juta empat ratus lima puluh ribu rupiah)

Kerugian tersebut timbul dari selisih besaran honor yang diterima beberapa tim yang dibentuk untuk perda dan evaluasi APBD. Kendati telah menghitung kerugian sementara secara internal, penyidik mengaku masih memperdalam unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang terjadi.

“Untuk sementara, kami telah menghitung kerugian negara secara internal dan telah kami dapat angkanya. Tinggal kami memperdalam unsur tindak pidannya saja,” kata sumber di Kejaksaan Tinggi Lampung beberapa waktu lalu.

Jaksa itu juga mengaku, temuan tim penyidik juga telah dilaporkan ke Kajati. “Sudah kami laporkan perkembanganya kepada pimpinan. Kami sedang memperdalamnya,” tuturnya.

Terkait dugaan pelanggaran dalam pembuatan, penerbitan dan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar temuan kerugian, jaksa tersebut enggan berkomentar. Namun ditegaskannya, bahwa keberlakuan pergub tidak dapat berlaku surut. “Ya yang jelas pergub itu tidak berlaku surut. Udah itu saja, saya yakin anda dapat menganalisanya,” tegasnya.

Perkara dugaan korupsi yang diduga melibatkan Arinal Djunaidi saat menjabat Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung pada tahun 2015 itu mencuat setelah dilaporkan Masyarakat Transparansi Lampung (MaTaLa) beberapa waktu.

Dalam laporanya disebutkan pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014.

Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi kemudian tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya memfasilitasi besaran honor tim Raperda, Rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota.

Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.

Kemudian nama Arinal di tahun 2015 juga diduga muncul sebagai tenaga ahli, padahal saat itu dirinya masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung. Nama Arinal sebagai Pembina ASN tertinggi di Lampung seharusnya bedasarkan regulasi tidak dapat diikutsertakan dalam tenaga ahli. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *