KIPRAH.CO.ID– Pemerintah bukan baru pertamakalinya mengadakan seleksi terbuka jabatan. Mestinya sudah ada pengalaman memadai dalam merealisasikannya. Tapi nyatanya, publik lebih sering memungut cerita miring, ketimbang kisah sukses proses seleksi. Mengapa?
Ada beragam versi yang bisa disodorkan, diantaranya ketidak jujuran Panitia Seleksi (Pansel), sehingga kerap memandang orang lain tidak perlu tahu perihal persyaratan baku mengikuti seleksi. Orang-orang macam ini memandang dirinya sebagai pemegang kewenangan dan hak penuh dalam menentukan pejabat yang bakal menduduki suatu jabatan.
Jawaban lain yang dapat disorongkan ialah karena diterapkannya prinsip ‘penganten’ harus dimenangkan. Yang tiada lain merupakan persekongkolan jahat antara pihak Pansel dan pejabat yang telah disiapkan. Alhasil seleksi jabatan sudah diniatkan sejak awal sebagai formalitas.
Tak heran kalau ada pejabat yang sudah ambil ancang-ancang sebelumnya. Polanya dengan menyiapkan sosok pejabat yang bakal duduk, kemudian berkroni demi memuluskan dengan beragam siasat. Ujung-ujungnya pejabat yang menduduki jabatan, akhirnya jauh dari kualitas seharusnya.
Kondisi seperti ini sepertinya juga terjadi pada seleksi terbuka ulang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, sebagaimana pengumuman Pansel yang memuat 18 poin persyaratan. Kemudian, setelah santer satu nama pendaftar yakni PJ Sekdaprov Lampung, Fahrizal Darminto, disoal karena terindikasi tidak memenuhi persyaratan poin delapan yaitu; hasil penilaian prestasi kerja dua tahu terakhir minimal bernilai baik.
Dugaan tersebut, diperkuat adanya pengakuan Gubernur Lampung periode 2014-2019, M Ridho Ficardo, menegaskan belum pernah melakukan tandatangan Surat Keterangan Penilaian (SKP) Fahrizal Darminto, yang saat itu menjabat staf ahli gubernur karena berkasnya dititipkan lewat staf ahli lainnya.
Belakangan, Pansel justru menyebut poin itu merupakan tambahan dari Tim Seleksi (Timsel). Sementara yang diatur oleh undang-undang hanya ada tujuh poin. Jadi kalaupun poin tambahan dihilangkan tidak masalah.
Hal ini disampaikan Ketua Pansel terbuka ulang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Boytenjuri, Jumat (30/8/2019). “Saya lihat di berkasnya tidak ada tandatangan, makanya saya langsung tanya BKD (Badan Kepegawaian Daerah) hal tersebut, dan ternyata sudah pernah diajukan namun tidak ditandatangani. Jadi, ya itu sah,” kata Boytenjuri.
Menurut Boy, BKD Lampung telah mengajukan SKP secara bersama untuk ditandatangini oleh gubernur pada Maret 2019 lalu, namun berkas tersebut tak kunjung ditandatangi oleh gubernur. “Kita liat berkasnya ada. Bulan Maret mengajukan, tapi tidak ditandatangi. Diajukan kembali bulan April, sama juga engga keluar. Padahal itu wajib ditandatangani,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Lampung periode 2014-2019, Muhammad Ridho Ficardo, mengatakan dirinya bukan tidak mau menandatangani SKP Fahrizal Darminto, namun waktu itu yang menemuinya di Bandara hanya Theresia saat menjabat staf ahli gubernur. “Jadi punya dia (SKP) yang saya tandatangani. Yang dititipkan tidak saya tandatangani. Masak sekedar silaturahmi tidak bisa lagi. Kalau ngadep baik-baik enggak ada masalah. Yang lain aja buktinya saya tandatangan, tapi kalau dititipkan enggak lah,” tuturnya.
Diketahui, hasil konfirmasi media ke ketua panitia administrasi lelang jabatan Sekdaprov Lampung, Koharudin, Kamis (29/8/2019), diungkapkan jika Fahrizal sudah melengkapi persyaratan administrasi termasuk SKP. “Tadi sudah diserahkan kelengkapan administrasi Pak Fahrizal termasuk SKP,” jelasnya.
Disinggung yang menandatangani hasil prestasi kerja Fahrizal, Koharudin enggan berkomentar dan berdalih tidak dalam kapasitas mengomentari hal itu. “Bukan kapasitas saya mengomentari itu, saya kan hanya menerima berkas,” singkatnya.
Menyikapi perkara ini DPRD Provinsi Lampung meminta Tim Seleksi (Timsel) lelang ulang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Sekdaprov Lampung, lebih selektif dalam melakukan pemeriksaan berkas calon.
Anggota Komisi I DPRD Lampung, Apriliati mengatakan calon harus taat aturan dan tertib dalam melengkapi berkas yang menjadi syarat mutlak dalam lelang jabatan. “Semua calon mempunyai hak yang sama, sepanjang memiliki persyaratan sesuai dengan yang ditentukan oleh tim seleksi,” kata dia.
Politisi PDIP itu menegaskan, jika gubernur sebelumnya belum menandatangani SKP namun Fahrizal tetap melampirkan berkas tersebut ke BKD, ia mengaku khawatir ada dugaan perbuatan melawan hukum.
“Wah, kalau dia (Fahrizal, red) melampirkan berkas tersebut sedangkan yang bertandatangan tidak merasa perlu didalami, karena itu bisa masuk dalam ranah hukum,” imbuhnya.
Karena itu, ia mengimbau kepada Timsel agar berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan berkas. “Timsel harus mengedepankan kehati-hatian, objektif dan berjalan dikoridor dalam melaksanakan tahapan sesuai dengan mekanisme,” tutunya.
Jika dalam pemeriksaan berkas ada salah satu yang diragukan, maka Timsel berhak memanggil pihak ketiga. “Kalau ada yang diragukan, Timsel berhak memanggil pihak ketiga untuk melakukan klarifikasi,” jelasnya.
Sementara Pj Sekdaprov Fahrizal saat dikonfirmasi melalui sambungan nomor telepon genggamnya tidak menjawab, pesan WhatsApp yang dikirim berisi konfirmasi terkait keaslian SKP yang telah diserahkannya pada Timsel, hingga berita ini dimuat tidak dibalas. (*)