Ada yang menarik pada Selasa malam lalu. Entah siapa yang mengawali, sejumlah group WatsApp wartawan di Lampung bergemuruh ‘banjir’ kiriman link berita, berisi komentar yang mengkritisi sikap manajemen salah satu hotel di Kota Bandar Lampung.
Mengikuti penafsiran bebas dari berita itu, menyoal adanya aksi heroik waria. Melihat latarbelakang foto yang dipasang, sepertinya pada sebuah acara perayaan ulang tahun hotel.
Siapa pun yang melihatnya berhak ‘menafsirkan’ sesuai referensi wawasan yang bersemayam di benaknya. Biar pun mungkin, tujuan manajemen hotel sekedar untuk hiburan mengingat meski beraksi heroik, namun perilaku para waria itu terlihat masih dalam ambang batas kewajaran.
Tapi tidak berarti publik ‘diharamkan’ memberi stempel penilaian terhadap suatu kejadian di sekelilingnya. Selagi masih proporsional, mestinya semua baik-baik saja. Kita juga meyakini, pihak manajemen perusahaan pasti tergolong profesional, dan tak bakal lekas kebakaran jenggot bilamana ada penilaian proporsional namun dirasa ‘terlalu jujur’.
Anehnya, pihak manajemen hotel yang diberitakan banyak media online itu terkesan anteng-anteng saja, tapi kasak kusuk justru mencuat dari kalangan jurnalis sendiri. Pemberitaan tentang aksi waria tersebut, ternyata telah menyulut rasa ‘loyalitas’ yang entah disadari atau spontan dari para wartawan.
Tak dinyana muncul sikap pro-kontra di antara mereka. Kesan kental yang tertangkap dari polemik itu adalah sahut sahutan pemberitaan. Pendek kata ada nuansa keberpihakan dalam hal ini.
Lantas sejak kapan wartawan memelihara keberpihakannya terhadap sosok narasumber. Bukankah mestinya keberpihakan tidak disandarkan kepada sosok, melainkan keberpihakan jurnalis seutuhnya wajib diabdikan pada ‘nilai kebenaran’ semata? Mungkinkah para wartawan yang telah terperangkap pada situasi membutakan itu, menandakan yang bersangkutan sudah tidak netral.
Atau mungkin fenomena ini dapat dimaklumi, mengingat wartawan juga memiliki sikap manusiawi termasuk berpihak pada narasumber yang dirasa memiliki ikatan batin dengan dirinya. Sungguh pembahasan terakhir ini justru lebih menarik, ketimbang meributkan aksi heroik waria yang tiada lain sesungguhnya hanya untuk lucu-lucuan saja. (*)